Senin, 31 Oktober 2011

MUAMALAH

Nama         : Dhina Puspasari Wijaya
NIM           :10523302

Pengertian Gadai Konvensional dan Gadai syariah

1.  Pengertian Gadai Konvensional
Mengutip pendapat Susilo (1999), pengertian pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu ban usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalambentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.

2.  Pengertian Gadai Syariah
Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut wa al-dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama Luhgat memberi arti al-hab (tertahan). Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.
Dasar Hukum Gadai
1. Al-Qur’an : Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah Q.S Al-Baqarah ayat 282 dan 283.
2. As-Sunnah :
3. Ijtihad :

Persamaan Gadai dengan Rahn:
1. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang,
2. Adanya agunan sebagai jaminan utang,
3. Tidak boleh mengambil mamfaat barang yang digadaikan,
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai,
5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.

Perbedaan Rahn dengan Gadai:
1. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong tanpa mencari keuntungan; sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan.
2. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak; sedangkan dalam hukum Islam, hak Rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
3. Dalam Rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga uang.
4. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian; Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.

Aspek-Aspek Pendirian Gadai Syari’ah.
Adanya keinginan masyarakat untuk berdirinya lembaga gadai Syari’ah dalam bentuk perusahaan, mungkin karena umat Islam menghendaki adanya lembaga gadai perusahaan yang benar-benar menerapkan prinsip Syari’ah Islam. Untuk mengakomodir keinginan ini perlu dikaji berbagai aspek penting, antara lain:
1. Aspek Legalitas.
2. Aspek Pemodalan.
3. Aspek Sumber Daya Manusia.
4. Aspek Kelembagaan.
5. Aspek Sistem dan Prosedur.
6. Aspek Pengawasan.

Mekanisme Operasional Gadai Syari’ah (Rahn).
Berjalannya perjanjian gadai sangat ditentukan oleh banyak hal. Antara lain adalah subyek dan obyek perjanjian gadai. Subyek perjanjian gadai adalah Rahin (yang menggadaikan barang) dan Murtahin (yang menahan barang gadai). Obyeknya ialah Marhun (barang gadai) dan Utang yang diterima Rahin.

Mekanisme perjanjian gadai atau Rahn ini dapat dirumuskan apabila telah diketahui, beberapa hal yang terkait di antaranya:
1. Syarat Rahin dan Murtahin.
2. Syarat Marhun dan utang.
3. Kedudukan Marhun.
4. Risiko atas kerusakan Marhun.
5. Pemindahan milik Marhun.
6. Perlakukan bunga dan riba dalam perjanjian gadai.
7. Pemungutan hasil Marhun.
8. Biaya pemeliharaan Marhun.
9. Pembayaran utang dari Marhun.
10. Hak Murtahun atas harta peninggalan.

Prospek Pegadaian Syari’ah (Rahn).
1. Kekuatan Pegadaian, Syari’ah bersumber dari:
a. Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.
b. Dukungan lembaga keuangan Islam di seluruh dunia.
c. Pemberian pinjaman lunak Al-Qardul Hasan dan pinjaman Mudharabah dengan sistem bagi hasil pada pegadaian Syari’ah sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

2. Kelemahan Pegadaian Syari’ah:
a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur. Namun hal ini dapat menjadi bumerang.
b. Memerlukan metode penghitungan yang rumit terutama dalam menghitung biaya yang dibolehkan dan pembagian nasabah untuk nasabah-nasabah yang kecil.
c. Karena menggunakan konsep bagi hasil, pegadaian Syari’ah lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang handal.
d. Perlu adanya perngakat peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya.

3. Peluang Pegadaian Syari’ah.
a. Munculnya berbagai lembaga bisnis Syari’ah (lembaga keuangan Syari’ah)
b. Adanya peluang ekonomi bagi berkembangnya Pegadaian Syari’ah.

4. Ancaman Pegadaian Syari’ah.
a. Dianggap adanya fanatisme agama.
b. Susah untuk menghilangkan mekanisme bunga yang sudah mengakar dan menguntungkan bagi sebagian kecil golongan.

Pegadaian Dalam Perspektif Islam.

Islam mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup saling tolong-menolong dengan berdasarkan pada rasa tenggung jawab bersama, jamin-menjamin, dan tanggung-menanggung dalam hidup bermasyarakat. Begitu juga halnya dalam memberikan pinjaman uang kepada orang lain yang amat membutuhkan, tetapi dengan dibebani kewajiban tambahan dalam membayarkannya kembali sebagai imbalan jangka waktu yang telah diberikan memberatkan pihak peminjam.

1. Rukun dan Syarat Sah Gadai.

a. Rukun Gadai : Rukun gadai meliputi orang yang menggadaikan (Rahin), barang yang digadaikan (Marhun), orang yang menerima gadai (Murtahin), sesuatu yang karenanya diadakan Gadai, yakni harga, dan sifat akad Gadai (Rusyd, 1995:351).
b. Syarat Sah gadai : Disyaratkan untuk sahnya akad Gadai sebagai berikut: berakal, baligh (dewasa), wujudnya Marhun, Marhun dipegang oleh Murtahin.

2. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Perjanjian Gadai.

Dalam perjanjian Gadai yang pada dasarnya adalah perjanjian utang piutang, dimungkinkan terjadi riba yang dilarang oleh syara’. Riba terjadi apabila dalam perjanjian Gadai diharuskan memberi tambahan sejumlah uang atau persentase tertentu dari pokok utang, pada waktu membayar utang atau pada waktu lain yang telah ditentukan oleh Murtahin.

3. Berakhirnya Hak Gadai.
Menurut Sayyid Sabiq (1996), hak gadai akan berakhir jika:
a. Rahin (yang menggadaikan barang) telah melunasi semua kewajibannya kepada Murtahin (yang menerima gadai).
b. Rukun dan syarat Gadai tidak terpenuhi.
c. Baik Rahin maupun Murtahin atau salah satunya ingkar dari ketentuan syara’ dan akad yang telah disepakati oleh keduanya.

4. mekanisme pembentukan laba gadai yang sesuai dengan prinsip syari’ah dapat dibentuk secara:
a. Akad Rahn.
b. Akad Bai’ Al-Muqayadah.
c. Akad Al-Mudharabah.
d. Akad Al-Qardhul Hasan.